Berlibur di Kota Marrakech, Maroko.

Berlibur di Kota Marrakech, Maroko.

5/08/2018 Add Comment
“An early-morning walk is a blessing for the whole day” 
Begitu petuah sastrawan Amerika. Berjalanan lah pagi-pagi agar menemukan apa yang ingin kau temukan.  Itu sebabnya, ketika travelling, saya selalu menyempatkan bangun pagi untuk melihat kehidupan pagi-pagi masyarakat lokal.
Ketika memasuki kota tua Marrakech di sore hari, yang ada dalam benak saya adalah labirin Madina, kota tua Marrakech. Kota tua Marrakech memang terdiri dari gang-gang. Satu gang dengan gang lain terkadang tak tersambung, terkadang buntu. Membingungkan bak labirin.
Saat sampai di Marrakech, Momo, guide kami, langsung mengajak kami melewati lorong-lorong labirin. Kami menuju Omar Riad, penginapan kami yang terletak di tengah labirin. Otak saya berusaha menghapal dan mememori bentuk dan “warna” labirin ini. Pertama kami melewati lorong lebar berisi toko-toko mungil yang menjual aksesori, tas, karpet (oh, saya mesti ke situ, pikir otak saya),  lalu belok kiri melewati lorong sempit yang hanya muat dilalui dua motor dan di ujungnya ada pintu besar indah dengan lengkungan khas Maroko berwarna biru (oh, saya mesti foto di sana), belok lagi menuju lorong dengan dinding tinggi menjulang berwarna merah dengan beberapa pintu tapi tanpa jendela (catnya dari apa ya… ). Dan kemudian otak saya menyerah.
Saya mengikuti saja langkah Momo di depan saya, masih berbelok-belok beberapa kali hingga akhirnya berhenti di suatu lorong sempit yang hanya berukuran tak lebih dari dua meter. Ada pintu kayu berwarna cokelat di sana. Tak ada jendela di dinding yang berwarna merah bata itu. Sama seperti lorong-lorong sebelumnya.
dscf8868
dscf8851
lorong di depan penginapan.
Omar, pemilik penginapan, mengajak kami masuk. Begitu pintu dibuka, hanya tampak ruang kecil berdinding keramik mozaik dengan meja di sebelah kirinya. Tak tampak ruangan lain.Ruang ini ternyata hanyalah foyer, penyambut tamu yang datang.
Riad sebenarnya ada di balik foyer itu. Sebuah courtyard ada di sana. Di tengahnya ada sebuah pohon jeruk (hingga pulang kami masih berdebat apakah buahnya asli) dan air mancur kecil yang tak menyala. Dua buah meja makan ada di sana.
Saya melihat sekeliling. Di keempat sisi courtyrad ini ada ruangan-ruangan yang sudah diubah menjadi ruang tidur. Menengok ke atas, tampak jendela-jendela yang ternyata jendela kamar. Di sisi lainnya ada balkon dengan tiang dan lengkungan khas Maroko.
Woo…begini ternyata riad, rumah tradisional Maroko.  Kami memang meminta Momo mengajak kami menginap di Riad.  (Tulisan tentang RIad ini menyusul belakangan yaa)

Esok pagi-pagi, saya mencoba keluar dari Riad untuk melihat kehidupan masyarakat dan menyusuri labirin ini. Namun baru dua belokan, saya berbalik. Otak saya ternyata kemarin tak bekerja baik, ia tak merekam jejak saya menuju kemari. Saya kembali ke Riad dan meminta Ana, salah satu kawan yang memorinya lebih bekerja, menemani saya.
Kami berjalan acak, sambil mengingat jalan yang kami lalui. Entah ke arah mana kami melangkah, yang penting kami bisa kembali nantinya. Berjalan melewati lorong-lorong di pagi hari, ternyata kami menemukan hal-hal menarik sepanjang perjalanan. Toko-toko yang saya kagumi kemarin memang belum buka, namun kami masih bisa melihat banyak orang beraktivitas, mulai dari anak sekolah berbaju dokter (yang ternyata baju seragam mereka), ibu-ibu berangkat ke pasar,  kedai kopi, hingga keledai-keledai pembawa barang. Ya, keledai pun masuk ke dalam gang sempit!
dscf8899
Salah satu sudut Labirin Marrakech
dscf8876
Pintu cantik begini banyaaak….
dscf8871
Satu-satunya pedagang yang mau saya foto
dscf8897
Ini bukan dokter, tapi anak sekolah 😀
Orang Maroko gemar minum kopi dan teh. Di ujung-ujung jalan pasti ada kedai kopi. Tapi pengunjungnya cowok semua!
Yang baru saya ketahui, ternyata masyarakat di sana tak mau difoto. Rupanya, masyarakat Maroko memang tak suka difoto turis. Kabarnya ini karena dulu banyak yang memfoto mereka tanpa izin, lalu mencetaknya di koran, majalah, bahkan postcard dan menyebarkannya ke mana-mana. Pantas saja!
Sekejap mensasarkan diri saya di pagi hari membuat saya langsung jatuh cinta pada Maroko.(jilbabbackpacerlwisatamaroko).
Note: Jika anda merupakan wisatawan, rombongan wisata, jamaah Umroh plus Maroko, wisata Maroko, Travelling, atau rombongan dosen yang membutuhkan guide/tour leader berbahasa Indonesia selama di Maroko, silahkan kirim pesan langsung kepada kami, atau kontak kami di: 

Sekedar informasi, bahwa warga negara Indonesia mendapatkan free visa selama 3 bulan kunjungan di Maroko
Bermalam di Gurun Sahara Maroko

Bermalam di Gurun Sahara Maroko

5/08/2018 Add Comment
DSC02748
Lautan pasir berwarna emas kecoklatan, padang tandus yang gersang, unta, dan pria bersorban. Itulah gambaran tentang Gurun Sahara di film Lawrence of Arabia, film lawas peraih 7 piala Oscar di tahun 1963. Saking terkenalnya film ini, banyak orang yang lantas ingin melawat ke gurun terbesar di dunia ini dan merasakan keindahan gurun yang terekam di film itu.
Merzouga adalah salah satu kota di Tenggara Maroko yang menjadi gerbang untuk masuk Gurun Sahara. Kota kecil ini berjarak sekitar 560km dari Marrakesh, dan hanya berjarak 50km dari perbatasan Aljazair.
Tak sulit untuk menuju ke sini. Di kota Marrakech banyak ditawarkan paket tur untuk menuju Merzouga dan menginap di tenda Berber di tengah gurun sehara. Harga paketannya tergantung jenis penginapan yang diambil dan lama perjalanan.
Untuk menuju Gurun Sahara dari Merzouga, para wisatawan bisa menaiki jeep atau unta. Kami  jelas memilih menaiki unta ketimbang jeep yang bisa saya naiki di Indonesia. Namun, menaiki unta ternyata tak semudah yang saya kira. Cukup mendebarkan dan melelahkan. Sang pemandu, seorang remaja dengan gamis dan sorban, mesti menepuk kepala untanya hingga sang unta yang tadinya berdiri menurut perintah sang majikan untuk duduk. Saat unta duduk itulah, saya mesti naik ke punggungnya sambil berpegangan erat. Pegangan saya harus tambah erat saat unta bangkit dari duduk karena saat itulah saat yang mendebarkan. Sang unta akan bangun secara tiba-tiba, membuat orang yang tak berpegangan erat bisa terjatuh karenanya. Jantung saya berdegub kencang, kaget oleh sentakan gerakan unta yang tiba-tiba.

DSCF9896
Naiknya susah…

Secara berurutan, satu persatu kawan saya naik ke punggung unta. Setelah masing-masing unta diikat dengan tali dan disatukan dengan unta di depan dan belakangnya, Yusuf, sang pemandu, ditemani seorang pamannya membawa kami berenam menyusuri padang pasir yang tandus. Sepanjang perjalanan, kami hanya melihat hamparan pasir, pasir, dan pasir. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Tak ada kaktus seperti yang kami kira. Hanya ada semak-semak yang kering. Tandus.
Dua jam lebih kami berada di punggung unta itu, mencoba menyeimbangkan diri agar tubuh tak miring saat sang unta berjalan penuh hentakan, sebelum akhirnya kami sampai di sebuah bukit pasir tertinggi di sana. Dari atas bukit itulah kami diajak melihat matahari terbenam di tengah padang pasir. Ketika matahari mulai meredup dan menyisakan warna emas di ufuk barat, warna padang pasir pun berubah menjadi keemasan. Indah luar biasa.

DSC02079
Photo by Ana

Begitu matahari hilang dari pandangan, kami menaiki unta kami menuju penginapan: tenda suku Barber. Ada beberapa tenda di sini, dibentuk mengelilingi  dua buah lapangan yang tak terlalu luas. Lapangan tersebut diberi karpet, yang sebenarnya warnanya sangat indah jika tak kotor tertutup pasir Sahara.
Tampak beberapa wisatawan yang berkumpul di tengah lapangan, bernyanyi dan menari diiringi musik khas Barber, di depan api unggun yang menjadi satu-satunya penerangan malam di sana.
Setelah makan makanan khas Maroko, Couscous dan Tagine, kami tidur dengan lelapnya. Selain musik yang dimainkan hingga tegah malam, tak ada suara lain di sini. Benar-benar sunyi, senyap, dan tenang. Jika melongok ke luar pintu tenda, tampak ratusan bintang bertaburan di atas sana. Menambah kehidmatan malam kami di tengah gurun Sahara.

DSC02688.JPG
Tenda Barber di tengah Sahara. Photo by: Firman

Esok pagi, kami kembali menaik sang unta, menuju ke Merzouga. Kembali ke pinggiran sahara dengan membawa pengalaman luar biasa, naik unta dan bermalam di gurun terbesar dunia.(jilbabbackpacer/wisatamaroko)

Note: Jika anda merupakan wisatawan, rombongan wisata, jamaah Umroh plus Maroko, wisata Maroko, Travelling, atau rombongan dosen yang membutuhkan guide/tour leader berbahasa Indonesia selama di Maroko, silahkan kirim pesan langsung kepada kami, atau kontak kami di: 

Sekedar informasi, bahwa warga negara Indonesia mendapatkan free visa selama 3 bulan kunjungan di Maroko

Destinasi Wisata Muslim Luar Negeri Yang Indah  di Maroko

Destinasi Wisata Muslim Luar Negeri Yang Indah di Maroko

5/04/2018 Add Comment
Saat kebanyakan orang Indonesia berkutat ke Asia untuk destinasi liburan ke luar negeri, saatnya kamu harus mempertimbangkan negara-negara lain untuk dijelajahi. Bagaimana dengan Maroko?

Maroko adalah negeri yang begitu indah dari zaman klasik hingga zaman modern ini. Menyimpan peninggalan-peninggalan sejarah Islam yang begitu menawan dan dapat kita jumpai disetiap sudut-sudut kota di Maroko.

Yuk, lihat terlebih dahulu beragam keindahan Maroko yang kental dengan sentuhan Islam dan bisa jadi destinasi wisata muslim luar negeri kamu.
Masjid Hasan II. Kota Casablanca di Maroko merupakan kota pelabuhan yang super indah dan dipenuhi dengan kafe-kafe bergaya perancis.
Nah, di tengah-tengah bangunan modern dan mewah, berdirilah satu bangunan indah bernama Masjid Hasan II. Masjid Hasan II adalah masjid terbesar di dunia setelah Masjidil Haram di Mekah, lho.
Chefchaouen. Kalau kamu mampir ke sini, rasanya serasa lagi ada di Eropa, lho. Warna bangunannya dicat biru langit bikin kota ini fotogenik banget. Buat kamu yang suka hiking, kamu bisa hiking di pengunungan Rif untuk melihat kota biru dari ketinggian.



    Moulay Idriss. Kalau kamu pernah belajar tentang sejarah Islam, pasti sudah nggak asing dengan Moulay Idriss I. Beliau adalah cicit Nabi Muhammad SAW yang pertama kali mendirikan dinasti Muslim Arab di Maroko.
    Sebelum tahun 1916, hanya memperbolehkan muslim untuk datang. Tetapi, sekarang siapa pun boleh berkunjung kok. Mulai dari monumen bersejarah, air mancur, masjid-masjid yang usianya sudah ratusan tahun, makam Moulay Idriss I, dan perkebunan-perkebunan.
    Jemaa el-Fna. Nah, ini dia satu tempat yang paling mainstream tapi wajib dikunjungi bagi siapa saja yang melancong ke Maroko. Jemaa el-Fna adalah alun-alun yang berlokasi tepat di tengah kota di Marrakesh.
    Segalanya bisa kamu temui disini termasuk souvenir khas Maroko. Pengen nyobain tato henna? Di sini juga ada. Murah-murah banget lagi.
    Bagaimana, Sobat Moslem? Apa kamu tertarik untuk berwisata ke Maroko?
    (moslemlifestyle/wisatamaroko).


    Note: Jika anda merupakan wisatawan, rombongan wisata, jamaah Umroh plus Maroko, wisata Maroko, Travelling, atau rombongan dosen yang membutuhkan guide/tour leader berbahasa Indonesia selama di Maroko, silahkan kirim pesan langsung kepada kami, atau kontak kami di: 

    Sekedar informasi, bahwa warga negara Indonesia mendapatkan free visa selama 3 bulan kunjungan di Maroko